MAKALAH
SIMBOL
KEBUDAYAAN
Diajukan
untuk memenuhi tugas matakuliah Pengantar Antropologi
Dosen
Pengampu: Bpk. Mohammad Hefni, M.Si

Disusun
Oleh:
Rummanah (18201301010262)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
MEI
2015
KATA
PENGANTAR
Assalamu
salaikum wr. Wb.
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan karunianya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Simbol Kebudayaan” ini
dengan lancar dan sebaik-baiknya. Guna untuk memenuhi tugas makalah kami dari
mata kuliah “Pengantar Antropologi”.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu menyusun makalah ini.
Penyusunan makalah ini tentu masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
Akhirnya,
semoga makalah ini memberikan manfaat yang sebesar besarnya.
Waalaikum
salam wr. Wb.
Pamekasan,
08 Mei 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
2.1
Pengertian
Simbol Kebudayaan............................................................................ 2
2.2
Macam-macam
Simbol Kebudayaan..................................................................... 3
2.3
Artikulasi
Simbol Kebudayaan Masyarakat Madura............................................ 4
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 11
3.2 Saran........................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
RANGKUMAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat
banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa
pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam
hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada
moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal atau jati diri bangsa.
Kita sebagai orang asli Madura harus mengenal budaya
Madura yang masih hidup, bahkan yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap
berbagai macam kebudayaan Madura tersebut akan diharapkan mampu menggugah rasa
kebangsaan kita akan kesenian daerah.
Kebudayaan disini, menghasilkan kelakuan dan benda-benda
kebudayaan tertentu, sebagaimana yang diperlukan sesuai dengan motivasi atau
rangsangan yang dihadapi. Resep-resep yang ada dalam setiap kebudayaan terdiri
atas serangkaian petunjuk-petunjuk untuk mengatur, menyeleksi, dan merangkaikan
simbol-simbol yang diperlukan, sehingga simbol-simbol yang telah terseleksi itu
secara bersama-sama dan diatur sedemikian rupa diwujudkan dalam bentuk kelakuan
atau benda-benda kebudayaan.
Dengan mengenal budaya madura, maka kita juga harus
mengenal simbol-simbol masyarakat madura. Untuk itu dalam makalah ini, penulis menjelaskan
apa itu simbol kebudayaan.
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan
latar belakang di atar, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.1
Apa Pengertian Simbol Kebudayaan?
2.2
Apa saja Macam-macam Simbol Kebudayaan?
2.3
Bagaimana Artikulasi Simbol Kebuyaan Masyarakat Madura?
BAB
II
PEMABAHASAN
2.1 Pengertian
Simbol Kebudayaan.
Manusia untuk
mengenal suatu istilah memerlukan pemahaman yang mendalam. Untuk itu, ketika
kita ingin mengetahui pengertian dari simbol kebudayaan, kita harus mengenal
dulu apa itu kebudayaan dan apa itu Simbol.
Menurut, Soekadijo
(1985) dalam bukunya “Antropologi”, mengatakan bahwa kebudayaan adalah
hasil belajar dan bukan warisan biologis. Ada pula yang mengatakan Kebudayaan
berasal dari kata sansekerta buddhayahyang merupakan bentuk jamak dari
kata “buddi”yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan
dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal (Zulfi
Mubaraq, 2010:70).
Sedangkang terkait
dengan apa itu simbol. Simbol sering dikaitkan dengan lambang. Lambang disini,
dikatakan semua perilaku manusia, dimana seni, agama, dan uang melibatkan
pemakaian lambang. Kita semua mengetahui semangat dan ketaatan yang dapat
dibangkitkan oleh agama pada orang yang percanya. Misalnya percaya terhadap
sebuah salib, gambar, benda pujaan yang mana dapat mengingat kepada perjuangan
dan penganiyaan yang berabad-abad lamanya (Soekadijo, 1985:39).
Dari penjelasan
Soekadijo, maka dapat dipahami bahwa orang yang percanya terhadap sebuah salib,
gambar, benda pujaanyang mana dapat mengingat kepada perjuangan dan penganiyaan
yang berabad-abad lamanya, disini yang dikatakan lambang atau simbol adalah salib,
gambar, benda pujaan.Contoh yang lebih konkrit, misalnya masyarakat madura
dikenal dengan keraban sapinya maka yang menjadi simbol disini adalah kerapan
sapinya.
Jadi, dari
pemaparan diatas dapat dipahami simbol adalah lambang yang menunjukkan hubungan
alamiah antara pelambang dengan lambangnya.
Pemahaman tentang
simbol yang digunakan oleh Spradley dalam wawancara etnografisnya, menyebutkan
“Simbol adalah objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu”. Yang
dimaksudkan disini adalah segala peristiwa yang terjadi atau gejala-gejala yang
ada pada saat melakukan wawancara, seperti pakaian yang digunakan dan mimik/ekspresi
wajah sampai pada gerakan-gerakan yang dikeluarkan informannya memiliki makna
simbolik (D. Roni’s, 2010).
Selanjutnya
Spradley menyebutkan tiga unsur yang selalu terlibat dalam simbol dan mendasari
semua makna simbolik, yaitu:
1) simbol itu
sendiri.
2) satu rujukan
atau lebih.
3) hubungan antara
simbol dan rujukan (D. Roni’s, 2010).
Unsur yang pertama
berdasarkan dengan definisi yang disebutkan Spradley yang meliputi apapun yang
kita alami, unsur yang kedua adalah benda yang menjadi rujukan simbol yang
berupa apapun yang dapat dipikirkan dalam pengalaman manusia misalnya pohon,
binatang, ataupun mahkluk mistis yang belum pernah ada. Unsur yang ketiga,
hubungan antara simbol dan rujukan dimana hubungan ini merupakan hubungan yang
berubah-ubah, yang didalamnya rujukan disandikan dalam simbol itu. Jika
penyandian itu terjadi, maka kita berhenti untuk memikirkan simbol itu sendiri
dan memfokuskan perhatian kita pada apa yang dirujuk oleh simbol itu (D.
Roni’s, 2010).
Sebagai kesimpulan
dari berbagai penjelasan diatas, maka Simbol Kebudayaan yaitu lambang objek
atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu hasil budi atau akal.
2.2
Macam-macam Simbol Kebudayaan.
Negara Indonesia,
negara yang memiliki keragaman dalam budaya. Ketika berbicara mengenai simbol
kebudayaan maka indonesia memiliki banyak ragam simbol kebudayaan. Karena beda
suku, pulau dan ras beda pula simbol kebudayaannya. Misalnya Masarakat Tondano
di sulawesi Utara, Manado(Sjane F Walangarei, 2014).
Macam-macam simbol kebudayaan yang ada di Masyarakat
Tondano ada 3, yaitu:
a)
Simbol
berbentuk benda.
Simbol
berbentuk benda merupakan simbol yang digunakan untuk menandakan sesuatu.
Simbol
benda yang ada di Masyarakat Tondano itu adalah Tetengkoranadalah alat
untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa ada orang yang baru meninggal
dan sekaligus untuk mengundang masyarakat untuk hadir di pemakaman(Sjane F
Walangarei, 2014).
b)
Simbol
berbentuk suara.
Simbol
berbentuk suara bisa dari binatang, alam ataupun manusia.
Dalam
masyarakat Tondano ketika mendengar Kokopekek rei weningkot“kokok ayam
yang tidak dijawab” kokokan ayam yang tidak dijawab oleh ayam yang lain menandakan
suatu hal yang buruk (Sjane F Walangarei, 2014).
c)
Simbol
berbentuk benda.
Gerakan
Patebo maka siow“Dibenturkan sembilan kali” kepala bayi yang baru lahir
dibenturkan “tidak benar-benar dibenturkan hanya disandarkan” kedinding rumah
sebanyak sembilan kali sambil didoakan dengan harapan anak tersebut bisa
menjadi anak yang baik, pintar dan berbakti terhadap kedua orang tua (Sjane F
Walangarei, 2014).
Madura juga
memiliki berbagai macam simbol, macam-macam simbol masyarakat madura, yaitu:
a.
Simbol
berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan
musik ghul-ghul.
b.
Simbol
berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada di sumenep dan
tari duplang.
c.
Simbol
berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel. Masyarakat petani atau
masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual sebagai sarana
berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal,
pencipta alam semesta.
d. Simbol berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan
carok (Farid Perdana, 2013).
2.3 Artikulasi
Simbol Kebuyaan Masyarakat Madura.
Diatas telah
dijelaskan macam-macam simbol kebudayaan masyarakat madura, berikut merupakan
artikulasi dari macam-macam masyarakat madura sebagai berikut:
a. Simbol berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang
macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul (Farid Perdana, 2013).
·
Tembang
macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk
memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat
wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.
Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta
ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi
kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran serta membentuk
manusia berkepribadian dan berbudaya. Melalui tembang ini setiap manusia
diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang
macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta
ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta. Contoh tembang
macapat:
Mara
kacong ajar onggu, kapenterran mara sare,
Ajari elmo agama, elmo kadunnya‘an pole,
Sala settongnga pabidda, ajari bi' onggu ate.
Nyare elmo patar onggu,
Sala settong ja' paceccer,
Elmo kadunnyaan reya,
Menangka sangona odhi
Dineng eimo agama, menangka sangona mate.
Paccowan kenga‘e kacong, bajangnga je' ella‘e,
Sa‘are samalem coma,
Salat wajib lema kale,
Badha pole salat sonnat, rawatib ban salat lain (Farid
Perdana, 2013).
·
Musik
Saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura pengiring instrumen musiknya adalah
saronen. Musik ini adalah musik yang sangat kompleks dan serbaguna yang mampu
menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik saronen adalah
perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah
liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alatmusik
tersebut bernama saronen (Farid Perdana, 2013).
Musik
saronen berasal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang
berasal dari kata senninan (hari senin) Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak
keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga jenis musik riang dan ber irama mars
menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi kerapan sapi dimain kan irama
sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan irama lorongan
jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi
kerapan sapi. Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang
ber irama lembut, biasanya digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan
pintu gerbang menuju pintu pelaminan (Farid Perdana, 2013).
·
Musik
ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang (ghul-ghul). Namun dalam
perkembangannya permainan musik ini memasukkan alat musik lainnya, baik alat
musik tiup maupun alat musik pukul. Ciri spesifik dari alat musik ini adalah
terletak pada model gendang yang menggelem bung besar di bagian tengah. Musik
ghul-ghul ini diciptakan untuk mengiringi merpati ketika sedang terbang.
Iringan musik ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi organisasi (perkumpulan)
“dara gettak” , ketika membentak kemudian merpati dilepas ke udara, musik ini
ditujukan untuk menyemarak kan suasana, musik ghul-ghul ini berasal dari desa
Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep (Farid Perdana, 2013).
b.
Simbol
berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal dan tari duplang. Tari
muang sangkal adalah sent tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut
telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut
tamu-tamu yang datang ke Sumenep (Farid Perdana, 2013).
Sedangkan Tari duplang meru pakan tari yang spesifik,
unik dan langka.Keunikan dari tarian ini disebabkan karena tarian ini merupa
kan sebuah penggambaran prosesi yang utuh dari kehidupan seorang wanita desa.
Wanita yang bekerja keras sebagai petani yang selama ini terlupakan. Dijalin
dan dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-lembut, dan lemah
gemulai. Tarian ini diciptakan oleh seorang penari keraton bernama Nyi Raisa.
Generasi terakhir yang mampu menguasai tarian ini adalah Nyi Suratmi, dan
tarian ini jarang dipentaskan setelah adanya pergantian sistem pemerintahan,
peralihan dari sistem raja ke bupati. Sejak saat itu tarian ini jarang
dipentaskan. Karena tingkat kesulitannya yang sangat tinggi, sehingga banyak
penari segan untuk mempelajarinya, maka tidak mengherankan apabila tarian
duplang kini tidak dikenal dan diingat lagi oleh seniman-seniman tari generasi
berikutnya. Dengan demikian tarian ini benar-benar punah (Farid Perdana, 2013).
c.
Simbol
berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel. Masyarakat petani atau
masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual sebagai sarana
berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal,
pencipta alam semesta.
Setiap melakukan upacara ritual media kesenian menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan. Masyarakat Madura
menyebutnya sandhur atau dhamong ghardham, yaitu ritus yang ditarikan, dengan
berbagai tujuan antara lain, untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air,
untuk menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mencegah
musibah, adapun bentuknya berupa tarian dan nyanyian yang diiringi musik (Farid
Perdana, 2013).
Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini menyebar di
wilayah Madura bagian timur. Batuputih terdapat ritus rokat dangdang, rokat
somor, rokat bhuju, rokat thekos jagung. Di Pasongsongan terdapat sandhur
lorho’. Di Guluk-guluk terdapat sandhuran duruding, yang dilaksanakan ketika
panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan atau
keduanya sekaligus tanpa iringan musik. Musik langsung dimainkan oleh peserta
dengan cara menirukan bunyi dari berbagai alat musik. Di lingkungan masyarakat
tradisional yang masih mempercayai ritual sandhur panthel yang digunakan
sebagai media penghubung dengan sang pencipta. Namun ritual ini sebenarnya
bertentangan dengan agama Islam dan tidak pula diajarkan dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul, jadi ini merupa kan suatu bid’ah dan haram hukumnya jika
dilaksanakan (Farid Perdana, 2013).
d.
Simbol berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan
sapi.
·
Kerapan
Sapi.
Perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada
abad ke 15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keraton
Sumenep. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan
sehari-hari para petani, dalam arti permainan ini memberikan motivasi kepada
kewajiban petani terhadap sawah ladangnya dan disamping itu agar petani meningkatkan
produksi ternak sapinya (Suhaimifikom, 2012).
Setiap kali panen tiba dan banyak sekali masyarakat yang
bergembira atas keberhasilan panen mereka, maka diadakanlah lomba balapan sapi
disawah yang telah dipanen tersebut. Tujuannya hanya untuk menghibur masyarakat
saja. Pada pelaksanaannyapun hanya disawah yang becek dan berlumpur. Pada waktu
itu lomba balapan sapi hanya diiringi dengan teriakan dari mulut serta pukulan
atau kepakan dari telapak tangan sang pengemudi yang mengarah ke pantat atau
bokong sapi. Seiring dengan berjalannya waktu, balapan sapi berganti nama
dengan Karapan Sapi.Karapan atau kerapan berasal dari kata kerap atau kirap
yang artinya adalah berangkat dan dilepas secara bersamaan dan dalam bahasa
arab adalah kirabah yang artinya persahabatan. Dari sinilah karapan sapi mulai
dikenal dan diketahui oleh masyarakat di Madura (Suhaimifikom, 2012).
Namun, perlombaan kerapan sapi kini tidak seperti dulu
lagi dan telah disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharat daripada
manfaatnya. Masalahnya banyak di antara para pemain dan penonton yang melupakan
kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi mendirikan shalat
(Lupa Tuhan, ingat sapi). Kerapan sapi memang telah menjadi identitas, trade
mark dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset Kebudayaan Madura. Di sektor
pariwisata, kerapan sapi merupakan pemasok utama Anggaran dan Pendapatan
Belanja Daerah (APBD), karena dari sektor ini para wisatawan mancanegara maupun
domestik datang ke Madura untuk menyaksikan kerapan sapi (Suhaimifikom, 2012).
·
Carok.
Carok pada awalnya merupakan suatu bentuk permainan
pentas yang dilakukan masyarakat Madura tradisional. Menurut cerita, pentas
semacam itu tiap-tiap daerah mempunyai nama tersendiri. Di daerah Sampang
menyebut “karja” di Pamekasan menyebut “ salabadan”, sedang di Sumenep disebut
“pojian” (Syaf Anton Wr, 2013).
Pentas semacam tersebut digelar dalam bentuk teater arena
(semacam Lenong Rumpi). Jadi antara pelaku dan penonton tidak ada jarak, mereka
bergantian tampil sesuai dengan karakter masing-masing dengan diiringi
“saronen”, yaitu sejenis tabuhan yang biasa dialunkan sebagai pengiring kerapan
sapi atau hajat lainnya, merupakan jenis music tradisional Madura (Syaf Anton
Wr, 2013).
Dalam gelar tersebut biasanya menampilkan nama-nama tokoh
artificial sebagai pengantar cerita kepahlawanan yang menggambarkan tokoh-tokoh
Madura seperti Sakerah, Ke’ Lesap dan sebagainya. Dalam babak tersebut
diperagakan suatu bentuk perkelahian sebagai klimaks cerita (Syaf Anton Wr,
2013).
Bahkan pernah sampai terjadi perkelahian sungguhan, dan
mengakibatkan salah seorang diantaranya tewas. Melihat latar belakang peristiwa
tersebut, karena orang-orang Madura telah kadung di klaim sebagai orang yang
berwatak keras, bringas dan “mbalelo”. Maka setiap perkelahian dan menjatuhkan
korban yang dilakukan orang Madura, dianggap sebagai perkelahian carok (Syaf
Anton Wr, 2013).
Sedangkang pendapat lain, Carok merupakan tradisi
bertarung yang disebabkan karena alasan tertentu yang berhubungan dengan harga
diri kemudian diikuti antar kelompok dengan menggunakan senjata (biasanya
celurit). Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan ini karena carok
merupakan tindakan yang dianggap negatif dan kriminal serta melanggar hukum.
Ini merupakan cara suku Madura dalam mempertahankan harga diri dan "keluar"
dari masalah yang pelik (Syaf Anton Wr, 2013).
Biasanya, "carok" merupakan jalan terakhir yang
di tempuh oleh masyarakat suku Madura dalam menyelesaikan suatu masalah. Carok
biasanya terjadi jika menyangkut masalah-masalah yang menyangkut
kehormatan/harga diri bagi orang Madura (sebagian besar karena masalah
perselingkuhan dan harkat martabat/kehormatan keluarga) (Syaf Anton Wr, 2013).
Pada tanggal 13 Juli 2006, tujuh orang tewas dan tiga
orang luka berat akibat carok massal di Desa Bujur Tengah, Kecamatan Batu
Marmar, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Jumlah korban diduga masih
akan bertambah, karena banyak korban yang melarikan diri meskipun dalam keadaan
luka.Kata carok sendiri berasal dari bahasa Madura yang berarti 'bertarung atas
nama kehormatan' (Syaf Anton Wr, 2013).
Sejarah Carok.
Carok dan celurit laksana dua sisi mata uang. Satu sama
lain tak bisa dipisahkan. Hal ini muncul di kalangan orang-orang Madura sejak
zaman penjajahan Belanda abad ke-18 M. Senjata celurit mulai muncul pada zaman
legenda Pak Sakera, seorang mandor tebu dari Pasuruan yang hampir tak pernah
meninggalkan celurit setiap pergi ke kebun untuk mengawasi para pekerja.Celurit
bagi Sakera merupakan simbol perlawanan rakyat jelata.
Carok dalam bahasa Kawi Kuno artinya perkelahian.
Pertengkaran tersebut biasanya melibatkan dua orang atau dua keluarga besar,
bahkan sering terjadi antar penduduk desa di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.
Pemicu dari carok ini berupa perebutan kedudukan di keraton, perselingkuhan,
rebutan tanah, bisa juga dendam turun-temurun selama bertahun-tahun (Syaf Anton
Wr, 2013).
Munculnya budaya carok di pulau Madura bermula pada zaman
penjajahan Belanda. Setelah Pak Sakera tertangkap dan dihukum gantung di
Pasuruan, Jawa Timur, orang-orang bawah mulai berani melakukan perlawanan pada
penindas. Senjatanya adalah celurit. Saat itulah timbul keberanian melakukan
perlawanan.Namun, pada masa itu mereka tidak menyadari, kalau dihasut oleh
Belanda. Mereka diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang menjadi
kaki tangan penjajah Belanda, yang juga sesama bangsa. Karena provokasi Belanda
itulah, golongan blater yang seringkali melakukan carok pada masa itu.
Pada saat carok mereka tidak menggunakan senjata pedang
atau keris sebagaimana yang dilakukan masyarakat Madura zaman dahulu, akan tetapi
menggunakan celurit sebagai senjata andalannya.Senjata celurit ini sengaja
diberikan Belanda kepada kaum Blater dengan tujuan merusak citra Pak Sakera
sebagai pemilik sah senjata tersebut. Karena dia adalah seorang pemberontak
dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam.
Celurit digunakan Sakera sebagai simbol perlawanan rakyat jelata terhadap
penjajah Belanda. Sedangkan bagi Belanda, celurit disimbolkan sebagai senjata
para jagoan dan penjahat.Upaya Belanda tersebut rupanya berhasil merasuki
sebagian masyarakat Madura dan menjadi filsafat hidupnya. Bahwa kalau ada
persoalan, perselingkuhan, perebutan tanah, dan sebagainya selalu menggunakan
kebijakan dengan jalan carok. Alasannya adalah demi menjunjung harga diri (Syaf
Anton Wr, 2013).
Istilahnya, daripada putih mata lebih baik putih tulang.
Artinya, lebih baik mati berkalang tanah daripada menanggung malu.Tidak heran
jika terjadi persoalan perselingkuhan dan perebutan tanah di Madura maupun pada
keturunan orang Madura di Jawa dan Kalimantan selalu diselesaikan dengan jalan
carok perorangan maupun secara massal .Kondisi semacam itu akhirnya, masyarakat
Jawa, Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya, Sulawesi mengecap orang Madura suka
carok, kasar, sok jagoan, bersuara keras, suka cerai, tidak tahu sopan santun,
dan kalau membunuh orang menggunakan celurit (Syaf Anton Wr, 2013).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Simbol
Kebudayaan yaitu lambang objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu
hasil budi atau akal.
·
Macam-macam
Simbol Kebudayaan.
Madura memiliki berbagai macam simbol, macam-macam simbol
masyarakat madura, yaitu:
a.
Simbol
berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan
musik ghul-ghul.
b.
Simbol
berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada di sumenep dan
tari duplang.
c.
Simbol
berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel.
d.
Simbol
berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok.
·
Artikulasi
Simbol Kebudayaan Masyarakat Madura.
1.
Simbol
berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan
musik ghul-ghul.
§
Tembang
macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk
memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat
wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.
§
Musik
saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan
adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik
tersebut bernama saronen.
§
Musik
ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang (ghul-ghul).
2.
Simbol
berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada di sumenep dan
tari duplang.
§
Tari
muang sangkal adalah sent tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut
telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut
tamu-tamu yang datang ke Sumenep.
§
Tari
duplang merupakan tari yang spesifik, unik dan langka.
3.
Simbol
berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel.
Masyarakat
petani atau masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual
sebagai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat
tunggal, pencipta alam semesta.
4.
Simbol
berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok.
§
Kerapan
sapi merupakan perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke
15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keraton Sumenep.
Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan
sehari-hari para petani, dalam arti permainan ini memberikan motivasi kepada
kewajiban petani terhadap sawah ladangnya dan disamping itu agar petani
meningkatkan produksi ternak sapinya.
§
Carok
pada awalnya merupakan suatu bentuk permainan pentas yang dilakukan masyarakat
Madura tradisional. Menurut cerita, pentas semacam itu tiap-tiap daerah
mempunyai nama tersendiri. Di daerah Sampang menyebut “karja” di Pamekasan
menyebut “ salabadan”, sedang di Sumenep disebut “pojian”.
3.2 Saran
Alhamdulillah kami
panjatkan sebagai implementasi rasa syukur kami atas selesainya makalah ini.
Namun dengan selesainya bukan berarti telah sempurna, Oleh karena itulah saran
serta kritik yang bersifat membangun dari saudara selalu kami nantikan. Untuk
dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah sihingga kami terus
termotivasi kearah yang lebih baik tentunya dimasa-masa yang akan datang.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih sebanyak banyaknya.
RANGKUMAN
a.
Pengertian
Simbol Kebudayaan.
Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata “buddi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian
kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau
akal.
Sedangkang simbol sering dikaitkan dengan lambang.
Lambang disini, dikatakan semua perilaku manusia, dimana seni, agama, dan uang
melibatkan pemakaian lambang.
Jadi, Simbol Kebudayaan yaitu lambang objek atau
peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu hasil budi atau akal.
b.
Macam-macam
Simbol Kebudayaan.
Simbol madura terdiri dari 4 simbol, sebagai berikut:
1.
Simbol
berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan
musik ghul-ghul.
2.
Simbol
berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada di sumenep dan
tari duplang.
3.
Simbol
berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel.
4.
Simbol
berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekadijo.
Antropologi. Erlangga, 1985.
Zulfi Mubaraq.
Sosiologi Agama. Malang:UIN Malik Press, 2010.
_____
D. Roni’s,
2010. Blog. www.Pengertian
Simbol Kebudayaan.com.
Diakses. 04052015 Jam 13:30.
Suhaimifikom,
2012. Blog. www.Kerapan
Sapi.com. Diakses.
04052015 Jam 13:50 Wib.
Farid Perdana,
2013. Blog. www.Simbol
Kebudayaan.com.
Diakses. 04052015 Jam 14:10 Wib.
Sjane F
Walangarei, 2014. Pdf. www.Simbol
Kebudayaan.com.
Diakses. 04052015 Jam 14:11 Wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar