Minggu, 27 September 2015

SIMBOL KEBUDAYAAN



MAKALAH
SIMBOL KEBUDAYAAN
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Pengantar Antropologi
Dosen Pengampu: Bpk. Mohammad Hefni, M.Si


Disusun Oleh:
Rummanah                        (18201301010262)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
MEI 2015





KATA PENGANTAR
Assalamu salaikum wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Simbol Kebudayaan” ini dengan lancar dan sebaik-baiknya. Guna untuk memenuhi tugas makalah kami dari mata kuliah “Pengantar Antropologi”.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyusun makalah ini.
Penyusunan makalah ini tentu masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini memberikan manfaat yang sebesar besarnya.

Waalaikum salam wr. Wb.





Pamekasan, 08 Mei 2015



Penyusun







DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................................................     i
KATA PENGANTAR........................................................................................................    ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................   iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................    1
1.1  Latar Belakang........................................................................................................    1
1.2  Rumusan Masalah....................................................................................................    1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................    2
2.1     Pengertian Simbol Kebudayaan............................................................................    2
2.2     Macam-macam Simbol Kebudayaan.....................................................................    3
2.3     Artikulasi Simbol Kebudayaan Masyarakat Madura............................................    4
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 11
3.1  Kesimpulan.............................................................................................................. 11
3.2  Saran........................................................................................................................ 12


DAFTAR PUSTAKA
RANGKUMAN






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang.
Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal atau jati diri bangsa.
Kita sebagai orang asli Madura harus mengenal budaya Madura yang masih hidup, bahkan yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap berbagai macam kebudayaan Madura tersebut akan diharapkan mampu menggugah rasa kebangsaan kita akan kesenian daerah.
Kebudayaan disini, menghasilkan kelakuan dan benda-benda kebudayaan tertentu, sebagaimana yang diperlukan sesuai dengan motivasi atau rangsangan yang dihadapi. Resep-resep yang ada dalam setiap kebudayaan terdiri atas serangkaian petunjuk-petunjuk untuk mengatur, menyeleksi, dan merangkaikan simbol-simbol yang diperlukan, sehingga simbol-simbol yang telah terseleksi itu secara bersama-sama dan diatur sedemikian rupa diwujudkan dalam bentuk kelakuan atau benda-benda kebudayaan.
Dengan mengenal budaya madura, maka kita juga harus mengenal simbol-simbol masyarakat madura. Untuk itu dalam makalah ini, penulis menjelaskan apa itu simbol kebudayaan.

1.2  Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atar, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.1 Apa Pengertian Simbol Kebudayaan?
2.2 Apa saja Macam-macam Simbol Kebudayaan?
2.3 Bagaimana Artikulasi Simbol Kebuyaan Masyarakat Madura?





BAB II
PEMABAHASAN
2.1 Pengertian Simbol Kebudayaan.
Manusia untuk mengenal suatu istilah memerlukan pemahaman yang mendalam. Untuk itu, ketika kita ingin mengetahui pengertian dari simbol kebudayaan, kita harus mengenal dulu apa itu kebudayaan dan apa itu Simbol.
Menurut, Soekadijo (1985) dalam bukunya “Antropologi”, mengatakan bahwa kebudayaan adalah hasil belajar dan bukan warisan biologis. Ada pula yang mengatakan Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayahyang merupakan bentuk jamak dari kata “buddi”yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal (Zulfi Mubaraq, 2010:70).
Sedangkang terkait dengan apa itu simbol. Simbol sering dikaitkan dengan lambang. Lambang disini, dikatakan semua perilaku manusia, dimana seni, agama, dan uang melibatkan pemakaian lambang. Kita semua mengetahui semangat dan ketaatan yang dapat dibangkitkan oleh agama pada orang yang percanya. Misalnya percaya terhadap sebuah salib, gambar, benda pujaan yang mana dapat mengingat kepada perjuangan dan penganiyaan yang berabad-abad lamanya (Soekadijo, 1985:39).
Dari penjelasan Soekadijo, maka dapat dipahami bahwa orang yang percanya terhadap sebuah salib, gambar, benda pujaanyang mana dapat mengingat kepada perjuangan dan penganiyaan yang berabad-abad lamanya, disini yang dikatakan lambang atau simbol adalah salib, gambar, benda pujaan.Contoh yang lebih konkrit, misalnya masyarakat madura dikenal dengan keraban sapinya maka yang menjadi simbol disini adalah kerapan sapinya.
Jadi, dari pemaparan diatas dapat dipahami simbol adalah lambang yang menunjukkan hubungan alamiah antara pelambang dengan lambangnya.
Pemahaman tentang simbol yang digunakan oleh Spradley dalam wawancara etnografisnya, menyebutkan “Simbol adalah objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu”. Yang dimaksudkan disini adalah segala peristiwa yang terjadi atau gejala-gejala yang ada pada saat melakukan wawancara, seperti pakaian yang digunakan dan mimik/ekspresi wajah sampai pada gerakan-gerakan yang dikeluarkan informannya memiliki makna simbolik (D. Roni’s, 2010).
Selanjutnya Spradley menyebutkan tiga unsur yang selalu terlibat dalam simbol dan mendasari semua makna simbolik, yaitu:
1) simbol itu sendiri.
2) satu rujukan atau lebih.
3) hubungan antara simbol dan rujukan (D. Roni’s, 2010).
Unsur yang pertama berdasarkan dengan definisi yang disebutkan Spradley yang meliputi apapun yang kita alami, unsur yang kedua adalah benda yang menjadi rujukan simbol yang berupa apapun yang dapat dipikirkan dalam pengalaman manusia misalnya pohon, binatang, ataupun mahkluk mistis yang belum pernah ada. Unsur yang ketiga, hubungan antara simbol dan rujukan dimana hubungan ini merupakan hubungan yang berubah-ubah, yang didalamnya rujukan disandikan dalam simbol itu. Jika penyandian itu terjadi, maka kita berhenti untuk memikirkan simbol itu sendiri dan memfokuskan perhatian kita pada apa yang dirujuk oleh simbol itu (D. Roni’s, 2010).
Sebagai kesimpulan dari berbagai penjelasan diatas, maka Simbol Kebudayaan yaitu lambang objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu hasil budi atau akal.

2.2 Macam-macam Simbol Kebudayaan.
Negara Indonesia, negara yang memiliki keragaman dalam budaya. Ketika berbicara mengenai simbol kebudayaan maka indonesia memiliki banyak ragam simbol kebudayaan. Karena beda suku, pulau dan ras beda pula simbol kebudayaannya. Misalnya Masarakat Tondano di sulawesi Utara, Manado(Sjane F Walangarei, 2014).
Macam-macam simbol kebudayaan yang ada di Masyarakat Tondano ada 3, yaitu:
a)      Simbol berbentuk benda.
Simbol berbentuk benda merupakan simbol yang digunakan untuk menandakan sesuatu.
Simbol benda yang ada di Masyarakat Tondano itu adalah Tetengkoranadalah alat untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa ada orang yang baru meninggal dan sekaligus untuk mengundang masyarakat untuk hadir di pemakaman(Sjane F Walangarei, 2014).
b)      Simbol berbentuk suara.
Simbol berbentuk suara bisa dari binatang, alam ataupun manusia.
Dalam masyarakat Tondano ketika mendengar Kokopekek rei weningkot“kokok ayam yang tidak dijawab” kokokan ayam yang tidak dijawab oleh ayam yang lain menandakan suatu hal yang buruk (Sjane F Walangarei, 2014).
c)      Simbol berbentuk benda.
Gerakan Patebo maka siow“Dibenturkan sembilan kali” kepala bayi yang baru lahir dibenturkan “tidak benar-benar dibenturkan hanya disandarkan” kedinding rumah sebanyak sembilan kali sambil didoakan dengan harapan anak tersebut bisa menjadi anak yang baik, pintar dan berbakti terhadap kedua orang tua (Sjane F Walangarei, 2014).
Madura juga memiliki berbagai macam simbol, macam-macam simbol masyarakat madura, yaitu:
a.       Simbol berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul.
b.      Simbol berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada di sumenep dan tari duplang.
c.       Simbol berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel. Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual sebagai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta.
d.      Simbol berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok (Farid Perdana, 2013).

2.3 Artikulasi Simbol Kebuyaan Masyarakat Madura.
Diatas telah dijelaskan macam-macam simbol kebudayaan masyarakat madura, berikut merupakan artikulasi dari macam-macam masyarakat madura sebagai berikut:
a.       Simbol berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul (Farid Perdana, 2013).
·         Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa. Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran serta membentuk manusia berkepribadian dan berbudaya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta. Contoh tembang macapat:
Mara kacong ajar onggu, kapenterran mara sare,
Ajari elmo agama, elmo kadunnya‘an pole,
Sala settongnga pabidda, ajari bi' onggu ate.
Nyare elmo patar onggu,
Sala settong ja' paceccer,
Elmo kadunnyaan reya,
Menangka sangona odhi
Dineng eimo agama, menangka sangona mate.
Paccowan kenga‘e kacong, bajangnga je' ella‘e,
Sa‘are samalem coma,
Salat wajib lema kale,
Badha pole salat sonnat, rawatib ban salat lain (Farid Perdana, 2013).
·         Musik Saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura pengiring instrumen musiknya adalah saronen. Musik ini adalah musik yang sangat kompleks dan serbaguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alatmusik tersebut bernama saronen (Farid Perdana, 2013).
Musik saronen berasal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang berasal dari kata senninan (hari senin) Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga jenis musik riang dan ber irama mars menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi kerapan sapi dimain kan irama sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi kerapan sapi. Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang ber irama lembut, biasanya digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan pintu gerbang menuju pintu pelaminan (Farid Perdana, 2013).
·         Musik ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang (ghul-ghul). Namun dalam perkembangannya permainan musik ini memasukkan alat musik lainnya, baik alat musik tiup maupun alat musik pukul. Ciri spesifik dari alat musik ini adalah terletak pada model gendang yang menggelem bung besar di bagian tengah. Musik ghul-ghul ini diciptakan untuk mengiringi merpati ketika sedang terbang. Iringan musik ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi organisasi (perkumpulan) “dara gettak” , ketika membentak kemudian merpati dilepas ke udara, musik ini ditujukan untuk menyemarak kan suasana, musik ghul-ghul ini berasal dari desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep (Farid Perdana, 2013).
b.      Simbol berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal dan tari duplang. Tari muang sangkal adalah sent tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu-tamu yang datang ke Sumenep (Farid Perdana, 2013).
Sedangkan Tari duplang meru pakan tari yang spesifik, unik dan langka.Keunikan dari tarian ini disebabkan karena tarian ini merupa kan sebuah penggambaran prosesi yang utuh dari kehidupan seorang wanita desa. Wanita yang bekerja keras sebagai petani yang selama ini terlupakan. Dijalin dan dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-lembut, dan lemah gemulai. Tarian ini diciptakan oleh seorang penari keraton bernama Nyi Raisa. Generasi terakhir yang mampu menguasai tarian ini adalah Nyi Suratmi, dan tarian ini jarang dipentaskan setelah adanya pergantian sistem pemerintahan, peralihan dari sistem raja ke bupati. Sejak saat itu tarian ini jarang dipentaskan. Karena tingkat kesulitannya yang sangat tinggi, sehingga banyak penari segan untuk mempelajarinya, maka tidak mengherankan apabila tarian duplang kini tidak dikenal dan diingat lagi oleh seniman-seniman tari generasi berikutnya. Dengan demikian tarian ini benar-benar punah (Farid Perdana, 2013).
c.       Simbol berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel. Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual sebagai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta.
Setiap melakukan upacara ritual media kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan. Masyarakat Madura menyebutnya sandhur atau dhamong ghardham, yaitu ritus yang ditarikan, dengan berbagai tujuan antara lain, untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air, untuk menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mencegah musibah, adapun bentuknya berupa tarian dan nyanyian yang diiringi musik (Farid Perdana, 2013).
Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini menyebar di wilayah Madura bagian timur. Batuputih terdapat ritus rokat dangdang, rokat somor, rokat bhuju, rokat thekos jagung. Di Pasongsongan terdapat sandhur lorho’. Di Guluk-guluk terdapat sandhuran duruding, yang dilaksanakan ketika panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan atau keduanya sekaligus tanpa iringan musik. Musik langsung dimainkan oleh peserta dengan cara menirukan bunyi dari berbagai alat musik. Di lingkungan masyarakat tradisional yang masih mempercayai ritual sandhur panthel yang digunakan sebagai media penghubung dengan sang pencipta. Namun ritual ini sebenarnya bertentangan dengan agama Islam dan tidak pula diajarkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, jadi ini merupa kan suatu bid’ah dan haram hukumnya jika dilaksanakan (Farid Perdana, 2013).
d.      Simbol  berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi.
·         Kerapan Sapi.
Perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke 15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keraton Sumenep. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan sehari-hari para petani, dalam arti permainan ini memberikan motivasi kepada kewajiban petani terhadap sawah ladangnya dan disamping itu agar petani meningkatkan produksi ternak sapinya (Suhaimifikom, 2012).
Setiap kali panen tiba dan banyak sekali masyarakat yang bergembira atas keberhasilan panen mereka, maka diadakanlah lomba balapan sapi disawah yang telah dipanen tersebut. Tujuannya hanya untuk menghibur masyarakat saja. Pada pelaksanaannyapun hanya disawah yang becek dan berlumpur. Pada waktu itu lomba balapan sapi hanya diiringi dengan teriakan dari mulut serta pukulan atau kepakan dari telapak tangan sang pengemudi yang mengarah ke pantat atau bokong sapi. Seiring dengan berjalannya waktu, balapan sapi berganti nama dengan Karapan Sapi.Karapan atau kerapan berasal dari kata kerap atau kirap yang artinya adalah berangkat dan dilepas secara bersamaan dan dalam bahasa arab adalah kirabah yang artinya persahabatan. Dari sinilah karapan sapi mulai dikenal dan diketahui oleh masyarakat di Madura (Suhaimifikom, 2012).
Namun, perlombaan kerapan sapi kini tidak seperti dulu lagi dan telah disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Masalahnya banyak di antara para pemain dan penonton yang melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi mendirikan shalat (Lupa Tuhan, ingat sapi). Kerapan sapi memang telah menjadi identitas, trade mark dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset Kebudayaan Madura. Di sektor pariwisata, kerapan sapi merupakan pemasok utama Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), karena dari sektor ini para wisatawan mancanegara maupun domestik datang ke Madura untuk menyaksikan kerapan sapi (Suhaimifikom, 2012).
·         Carok.
Carok pada awalnya merupakan suatu bentuk permainan pentas yang dilakukan masyarakat Madura tradisional. Menurut cerita, pentas semacam itu tiap-tiap daerah mempunyai nama tersendiri. Di daerah Sampang menyebut “karja” di Pamekasan menyebut “ salabadan”, sedang di Sumenep disebut “pojian” (Syaf Anton Wr, 2013).
Pentas semacam tersebut digelar dalam bentuk teater arena (semacam Lenong Rumpi). Jadi antara pelaku dan penonton tidak ada jarak, mereka bergantian tampil sesuai dengan karakter masing-masing dengan diiringi “saronen”, yaitu sejenis tabuhan yang biasa dialunkan sebagai pengiring kerapan sapi atau hajat lainnya, merupakan jenis music tradisional Madura (Syaf Anton Wr, 2013).
Dalam gelar tersebut biasanya menampilkan nama-nama tokoh artificial sebagai pengantar cerita kepahlawanan yang menggambarkan tokoh-tokoh Madura seperti Sakerah, Ke’ Lesap dan sebagainya. Dalam babak tersebut diperagakan suatu bentuk perkelahian sebagai klimaks cerita (Syaf Anton Wr, 2013).
Bahkan pernah sampai terjadi perkelahian sungguhan, dan mengakibatkan salah seorang diantaranya tewas. Melihat latar belakang peristiwa tersebut, karena orang-orang Madura telah kadung di klaim sebagai orang yang berwatak keras, bringas dan “mbalelo”. Maka setiap perkelahian dan menjatuhkan korban yang dilakukan orang Madura, dianggap sebagai perkelahian carok (Syaf Anton Wr, 2013).
Sedangkang pendapat lain, Carok merupakan tradisi bertarung yang disebabkan karena alasan tertentu yang berhubungan dengan harga diri kemudian diikuti antar kelompok dengan menggunakan senjata (biasanya celurit). Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan ini karena carok merupakan tindakan yang dianggap negatif dan kriminal serta melanggar hukum. Ini merupakan cara suku Madura dalam mempertahankan harga diri dan "keluar" dari masalah yang pelik (Syaf Anton Wr, 2013).
Biasanya, "carok" merupakan jalan terakhir yang di tempuh oleh masyarakat suku Madura dalam menyelesaikan suatu masalah. Carok biasanya terjadi jika menyangkut masalah-masalah yang menyangkut kehormatan/harga diri bagi orang Madura (sebagian besar karena masalah perselingkuhan dan harkat martabat/kehormatan keluarga) (Syaf Anton Wr, 2013).
Pada tanggal 13 Juli 2006, tujuh orang tewas dan tiga orang luka berat akibat carok massal di Desa Bujur Tengah, Kecamatan Batu Marmar, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Jumlah korban diduga masih akan bertambah, karena banyak korban yang melarikan diri meskipun dalam keadaan luka.Kata carok sendiri berasal dari bahasa Madura yang berarti 'bertarung atas nama kehormatan' (Syaf Anton Wr, 2013).
Sejarah Carok.
Carok dan celurit laksana dua sisi mata uang. Satu sama lain tak bisa dipisahkan. Hal ini muncul di kalangan orang-orang Madura sejak zaman penjajahan Belanda abad ke-18 M. Senjata celurit mulai muncul pada zaman legenda Pak Sakera, seorang mandor tebu dari Pasuruan yang hampir tak pernah meninggalkan celurit setiap pergi ke kebun untuk mengawasi para pekerja.Celurit bagi Sakera merupakan simbol perlawanan rakyat jelata.
Carok dalam bahasa Kawi Kuno artinya perkelahian. Pertengkaran tersebut biasanya melibatkan dua orang atau dua keluarga besar, bahkan sering terjadi antar penduduk desa di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Pemicu dari carok ini berupa perebutan kedudukan di keraton, perselingkuhan, rebutan tanah, bisa juga dendam turun-temurun selama bertahun-tahun (Syaf Anton Wr, 2013).
Munculnya budaya carok di pulau Madura bermula pada zaman penjajahan Belanda. Setelah Pak Sakera tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur, orang-orang bawah mulai berani melakukan perlawanan pada penindas. Senjatanya adalah celurit. Saat itulah timbul keberanian melakukan perlawanan.Namun, pada masa itu mereka tidak menyadari, kalau dihasut oleh Belanda. Mereka diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda, yang juga sesama bangsa. Karena provokasi Belanda itulah, golongan blater yang seringkali melakukan carok pada masa itu.
Pada saat carok mereka tidak menggunakan senjata pedang atau keris sebagaimana yang dilakukan masyarakat Madura zaman dahulu, akan tetapi menggunakan celurit sebagai senjata andalannya.Senjata celurit ini sengaja diberikan Belanda kepada kaum Blater dengan tujuan merusak citra Pak Sakera sebagai pemilik sah senjata tersebut. Karena dia adalah seorang pemberontak dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam. Celurit digunakan Sakera sebagai simbol perlawanan rakyat jelata terhadap penjajah Belanda. Sedangkan bagi Belanda, celurit disimbolkan sebagai senjata para jagoan dan penjahat.Upaya Belanda tersebut rupanya berhasil merasuki sebagian masyarakat Madura dan menjadi filsafat hidupnya. Bahwa kalau ada persoalan, perselingkuhan, perebutan tanah, dan sebagainya selalu menggunakan kebijakan dengan jalan carok. Alasannya adalah demi menjunjung harga diri (Syaf Anton Wr, 2013).
Istilahnya, daripada putih mata lebih baik putih tulang. Artinya, lebih baik mati berkalang tanah daripada menanggung malu.Tidak heran jika terjadi persoalan perselingkuhan dan perebutan tanah di Madura maupun pada keturunan orang Madura di Jawa dan Kalimantan selalu diselesaikan dengan jalan carok perorangan maupun secara massal .Kondisi semacam itu akhirnya, masyarakat Jawa, Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya, Sulawesi mengecap orang Madura suka carok, kasar, sok jagoan, bersuara keras, suka cerai, tidak tahu sopan santun, dan kalau membunuh orang menggunakan celurit (Syaf Anton Wr, 2013).









BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·           Simbol Kebudayaan yaitu lambang objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu hasil budi atau akal.
·           Macam-macam Simbol Kebudayaan.
Madura memiliki berbagai macam simbol, macam-macam simbol masyarakat madura, yaitu:
a.         Simbol berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul.
b.        Simbol berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada di sumenep dan tari duplang.
c.         Simbol berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel.
d.        Simbol berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok.
·         Artikulasi Simbol Kebudayaan Masyarakat Madura.
1.      Simbol berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul.
§  Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.
§  Musik saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik tersebut bernama saronen.
§  Musik ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang (ghul-ghul).
2.      Simbol berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada di sumenep dan tari duplang.
§  Tari muang sangkal adalah sent tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu-tamu yang datang ke Sumenep.
§  Tari duplang merupakan tari yang spesifik, unik dan langka.
3.      Simbol berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel.
Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual sebagai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta.
4.      Simbol berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok.
§  Kerapan sapi merupakan perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke 15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keraton Sumenep. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan sehari-hari para petani, dalam arti permainan ini memberikan motivasi kepada kewajiban petani terhadap sawah ladangnya dan disamping itu agar petani meningkatkan produksi ternak sapinya.
§  Carok pada awalnya merupakan suatu bentuk permainan pentas yang dilakukan masyarakat Madura tradisional. Menurut cerita, pentas semacam itu tiap-tiap daerah mempunyai nama tersendiri. Di daerah Sampang menyebut “karja” di Pamekasan menyebut “ salabadan”, sedang di Sumenep disebut “pojian”.

3.2 Saran
Alhamdulillah kami panjatkan sebagai implementasi rasa syukur kami atas selesainya makalah ini. Namun dengan selesainya bukan berarti telah sempurna, Oleh karena itulah saran serta kritik yang bersifat membangun dari saudara selalu kami nantikan. Untuk dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah sihingga kami terus termotivasi kearah yang lebih baik tentunya dimasa-masa yang akan datang. Akhirnya kami ucapkan terima kasih sebanyak banyaknya.



RANGKUMAN
a.         Pengertian Simbol Kebudayaan.
Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Sedangkang simbol sering dikaitkan dengan lambang. Lambang disini, dikatakan semua perilaku manusia, dimana seni, agama, dan uang melibatkan pemakaian lambang.
Jadi, Simbol Kebudayaan yaitu lambang objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu hasil budi atau akal.
b.        Macam-macam Simbol Kebudayaan.
Simbol madura terdiri dari 4 simbol, sebagai berikut:
1.      Simbol berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul.
2.      Simbol berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada di sumenep dan tari duplang.
3.      Simbol berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel.
4.      Simbol berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok.


 








DAFTAR PUSTAKA

Soekadijo. Antropologi. Erlangga, 1985.
Zulfi Mubaraq. Sosiologi Agama. Malang:UIN Malik Press, 2010.
_____

D. Roni’s, 2010. Blog. www.Pengertian Simbol Kebudayaan.com. Diakses. 04052015 Jam 13:30.
Syaf Anton Wr, 2013. Artikel. www.Carok.com. Diakses. 04052015 Jam 13:45 Wib.
Suhaimifikom, 2012. Blog. www.Kerapan Sapi.com. Diakses. 04052015 Jam 13:50 Wib.
Farid Perdana, 2013. Blog. www.Simbol Kebudayaan.com. Diakses. 04052015 Jam 14:10 Wib.
Sjane F Walangarei, 2014. Pdf. www.Simbol Kebudayaan.com. Diakses. 04052015 Jam 14:11 Wib.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar